Jumat, 17 Oktober 2008

GERAKAN SAPU GUNUNG CIREMAI ( GSG CIREMAI ) TAHUN 2008

UNDANGAN

GERAKAN SAPU GUNUNG ( GSG ) CIREMAI

TAHUN 2008

I. PENDAHULUAN

Pada saat ini keberadaan Taman Nasional Gunung Ciremai terutama sepanjang Jalur Pendakian sangat memperihatinkan dikarenakan :

A. Sampah sintetis (polyester) yang sangat sukar di uraikan/didegradasi oleh alam. Sampah sintetis ini terjadi akibat banyaknya pendaki yang melakukan pendakian tanpa aturan dan prosedur pendakian yang benar serta mengabaikan Kaidah Konservasi. Disamping itu juga karena kurangnya pemahaman kepada para pendaki dan tidak adanya sarana untuk pengumpulan sampah.

B. Rusaknya pepohonan & bebatuan serta papan himbauan dan petunjuk yang ada disepanjang jalur pendakian baik karena coretan cat maupun torehan senjata tajam.

C. Tercemarnya sumber air dijalur Pendakian Palutungan daerah Cigowong pada ketinggian 1.500 Mdpl.

D. Rusaknya jalur pendakian karena erosi, longsor dan banyaknya jalan tembus yang membuka hutan alam.

E. Semakin banyaknya akses jalan yang tidak jelas di sekitar jalur pendakian yang menyebabkan banyak pendaki tersesat.

Apabila hal tersebut terus dibiarkan maka kerusakan yang terjadi akan semakin parah yang akan mengakibatkan dampak yang buruk bagi alam dan keanekaragaman hayati yang ada dikawasan Taman Nasional Gunung Ciremai baik saat ini ataupun di masa mendatang, dengan sendirinya akan mengancam keselamatan para pendaki.

II. TUJUAN & SASARAN KEGIATAN

A. Tercapainya pemahaman tentang apa dan bagaimana pemanfaaatan dan pelestarian Taman Nasional Gunung Ciremai khususnya dan umumnya sumber kekayaan alam dan lingkungan hidup itu harus digunakan dan dimanfaatkan dengan tidak merusak dan dilaksanakan dengan memperhitungkan dampak-dampak yang akan ditimbulkan.

B. Terwujudnya kepedulian dan kesadaran khususnya para pencinta Alam/Penggiat Alam Terbuka mengenai pentingnya kelestarian Taman Nasional Gunung Ciremai dan pentingnya lingkungan hidup bagi kelangsungan hidup manusia sekarang dan masa yang akan datang.

C. Terbinanya hubungan, informasi dan komunikasi yang baik diantara para pihak baik sesama Organisasi Pemuda Pencinta Alam, Penggiat Kegiatan Alam Terbuka dan Kader Konservasi maupun dengan pihak pemerintah, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai dan para pihak lainnya.

V. TEMA KEGIATAN

“ SELAMATKAN HUTAN SELAMATKAN MASA DEPAN “

VI. KEGIATAN

a . PEMBERSIHAN SAMPAH SINTETIS

b . PEMBUATAN & PEMASANGAN PAPAN HIMBAUAN & NAMA SHELTER

VI. LOKASI KEGIATAN

Jalur pendakian Palutungan dan Jalur pendakian Linggarjati

VII. WAKTU PELAKSANAAN

Hari : Jum’at - Minggu

Tanggal : 28– 30 Nopember 2008

Pukul : 13.00 WIB s/d selesai

Upacara Pelepasan : Pendapa Paramarta Komplek Stadion Mashud Kuningan

VIII. PESERTA KEGIATAN

Peserta kegiatan GERAKAN SAPU GUNUNG (GSG) CIREMAI TAHUN 2008 adalah perorangan, organisasi pemuda/Pencinta Alam/Pendaki Gunung/Penggiat Alam Terbuka dan Kader Konservasi se-Jawa dan Bali serta masyarakat umum.

PERSYARATAN

a. Peserta dibatasi maximal peserta 500 Orang

b. Mengisi formulir pendaftaran dan biaya administrasi sebesar Rp.25.000,-/ orang. Pembayaran untuk luar kota dapat ditransper ke BANK MANDIRI Cabang Pembantu Kuningan, No. Rekening : 134-00-0516819-9, atas nama HERRI RUHIYAT TAUFIK. Bukti Setoran/transfer harap difoto copy untuk keperluan registrasi, aslinya dikirim melalui Pos. Form. Pendaftaran bisa dikirim lewat e-mail/Pos/langsung ke Sekretariat AKAR untuk peserta yang berdomisili di dalam kota (dekat)

c. Pendaftaran ditutup tanggal 25 Nopember 2008.

d. Tempat pendaftaran Sekretariat AKAR

Jl. A. Yani Belakang Komp. CPM Kuningan 45511

telp. (0232) 876279 – 876378, Fax. (0232) 876378

e-mail ; akar_kuningan@yahoo.com

PASILITAS PESERTA

a. Konsumsi, Kaos kegiatan, Stiker, Piagam Penghargaan, Tiket masuk dan Asuransi

b. Transportasi Pulang Pergi dari tempat upacara / Kota Kuningan ke Pos Pendakian

c. Bagi peserta dari luar Kuningan disediakan Tempat Menginap.

PERLENGKAPAN PESERTA

- Ransel

- Pakaian Lapangan

- Matras

- Perlengkapan tidur ( sleeping bag )

- Perlengkapan makan

- Jas hujan/ rain coat

- Tempat air/ jerigen (minimal 5 liter per orang)

- Senter + batere & lampu cadangan

- Tenda/ plyseet

- Alat masak (Misting set, Kompor gas/ spiritus)

- Lilin

PERBEKALAN PESERTA

- Makanan ( untuk 3 hari )

- Bahan bakar Gas/ Spiritus/ parapin

- Obat-obatan pribadi


FORMULIR PENDAFTARAN

NAMA


JENIS KELAMIN


GOL.DARAH


TEMPAT TGL LAHIR


ALAMAT LENGKAP




TLP / FAX


ORGANISASI/SEKOLAH



ALAMAT




TELP / FAX


FORMULIR PENDAFTARAN INI DAPAT DI PERBANYAK / DI PHOTO COPY

..................................2008

(.......................................)

Jumat, 02 Mei 2008

Dont Cry Ciremai

Dusun Palutungan Desa Cisantana kecamatan Cigugur merupakan sebuah perkampungan yang berbatasan langsung dengan kawasan TNGC.
Saat langkah kaki menginjak perbatasan kawasan TNGC yang ditandai dengan sekelompok pohon Pinus sisa-sisa hutan produksi Perum Perhutani, disela sela deru knalpot motor yang mengangkut hasil panen tanaman Wortel, sayup terdengar suara lirih: Naha aya keneh nu ngamumule leuweung kuring teh? Suara siapa gerangan? Rasa keingintahuan kami telah mendorong kaki ini untuk melangkah lebih jauh. Oh...apa yang terlihat disana? Pesona alam Ciremai yang selalu kita banggakan kah?
Memasuki kelompok pohon Pinus yang telah mengering, tunggul, batang Pinus yang berserakan, terhampar kebun sayuran (wortel, bawang daun) yang subur, sementara disisi lain para petani sibuk menggarap lahan, dengan tidak lupa meyapa kami dengan ramahnya.... Kami tertegun sejenak , tak sepatah katapun yang keluar dari mulut kami dan kami hanya mampu untuk saling menatap, Dimanakah kami ? Di kebun sayuran kah ?
Avo duduk diatas tunggul pinus, sementara asap rokok terus mengepul di sela-sela bibirnya, Tessa berjalan berkeliling sambil terus bertanya dengan bahasa yang sulit kami mengerti... Berderailah tawa kami mentertawakan kebodohan kami berkomunikasi.
Saya mecoba merangkum pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari bibir kami :
Mengapa sejak ditetapkan kawasan hutan G.Ciremai menjadi Taman Nasional kerusakan hutan semakin meluas ?
Apakah Petugas BTNGC belum tahu kondisi TNGC akhir-akhir ini ?
Apakah setelah ditinggalkan Perhutani, masyarakat sekitar hutan menganggap hutan G. Ciremai tidak bertuan?
Program dan kegiatan apa saja yang telah, sedang dan akan dilaksanakan BTNGC selama ini, selain Gerhan?
Tak terasa kabut tebal telah menyelimuti kami, dinginnya menusuk tulang.... saat itu kami putuskan untuk pulang.
Di persimpangan jalur pendakian, kami bertemu 2 (dua) orang petugas Balai TNGC. Di sebuah warung yang menyediakan makanan ringan bagi pendaki gunung, sambil menghirup kopi panas, kami bersama kedua petugas tersebut menyempatkan untuk berbincang... Avo dan Tessa asyik berdiskusi dengan kedua petugas tersebut disertai pemilik warung (dari pembicaraannya diduga penggarap kebun sayur), Sementara saya lagi-lagi hanya bisa diam, mendengarkan jawaban/alasan yang merupakan copy paste dari hampir semua petugas BTNGC yang pernah kami temui :
Rencana Pengelolaan TNGC belum disyahkan Menteri Kehutanan.
Tata batas kawasan belum dilaksanakan.
SDM dan fasilitas lainnya belum memadai.
Jadi belum bisa berbuat apa-apa !!! Mungkin itu kesimpulan jawabannya.
Kembali saya mengingat masa lalu, ditetapkannya kawasan hutan Gunung Ciremai menjadi Taman Nasional dimaksudkan bahwa dengan sistem pengelolaan Taman Nasional diharapkan mampu untuk melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara lestari. Namun dibalik itu semua telah disadari pula bahwa ditetapkannya suatu kawasan menjadi kawasan konservasi akan menimbulkan polemik berupa konflik kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya hutan, yang terjadi antara pemerintah dengan masyarakat desa sekitar hutan, dalam bentuk persaingan antara kepentingan sosial ekonomi masyarakat dengan kepentingan konservasi.
Kenyataannya di dusun Palutungan, konflik seperti ini tidak terjadi, malahan sebaliknya masyarakat semakin memperluas kebun sayurnya !!! Apa kolaborasinya telah berjalan baik atau apakah ada hal lain... ???
Kenapa mesti heran !!! Kabupaten Kuningan dalam sejarah kehutanan selalu terdepan, terbukti: penerapan sistem PHBM yang pertama di Indonesia, kerjasama Pemda dengan Balai TNGC, baru satu-satunya di Indonesia, demikian pula halnya ekstensifikasi tanaman sayuran di kawasan konservasi, mungkin baru satu-satunya yang diperbolehkan di Indonesia.
Matahari telah beranjak ke balik puncak Ciremai, kami bertiga pamit.... Kembali sayup terdengar suara lirih: Naha aya keneh nu ngamumule leuweung kuring teh? Saya sempatkan untuk berpaling ke arah puncak Ciremai dan hanya hati kecil yang bisa bicara : Don’t cry Ciremai, pastikan kami kembali.


KUNINGAN, 9 APRIL 2008

Jumat, 14 Maret 2008

Kompensasi Jasa Pemanfaatan Air Antara Konservasi & Bisnis

KOMPENSASI JASA PEMANFAATAN AIR

ANTARA BISNIS VS KONSERVASI[1]

Avo Juhartono[2]

“Effective water governance is necessary to solve the water crisis. Water governance determines the roles and responsibilities of the different interests – public, civil and private - in water resource management and development. Resolving the challenges in this area is necessary if we are to achieve sustainable water resources development and management. If we are to secure access to water for all (thus complying with a recent UN human rights declaration), maintain vital ecosystems and produce economic development out of water management, effective water governance is essential. Governance looks at the balance of power and the balance of actions at different levels of authority. It translates into political systems, laws, regulations, institutions, financial mechanisms and civil society development and consumer rights – essentially the rules of the game. Usually improving governance means reform.”

(Water Global Partnership : Effective Water Governance – Learning from the Dialogues ,2003).

Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang. Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara adil. Atas penguasaan sumber daya air oleh negara dimaksud, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan melakukan pengaturan hak atas air.

Pengaturan hak atas air diwujudkan melalui penetapan hak guna air, yaitu hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan. Hak guna air dengan pengertian tersebut bukan merupakan hak pemilikan atas air, tetapi hanya terbatas pada hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan sejumlah (kuota) air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh pemerintah kepada pengguna air, baik untuk yang wajib memperoleh izin maupun yang tidak wajib izin. Hak guna air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kegiatan bukan usaha disebut dengan hak guna pakai air, sedangkan hak guna air untuk memenuhi kebutuhan usaha, baik penggunaan air untuk bahan baku produksi, pemanfaatan potensinya, media usaha, maupun penggunaan air untuk bahan pembantu produksi, disebut dengan hak guna usaha

Sumber mata air diwilayah TN Gunung Ciremai berjumlah 156 buah terdiri dari 147 buah mata air yang mengalir terus sepanjang tahun, 4 buah mata air mengalir selama 9 bulan dalam setahun, 3 buah mata air mengalir selama 6 bulan dalam setahun dan 2 buah mata air mengalir selama 3 bulan dalam setahun. Selain itu beberapa sumber air yang dapat digunakan untuk irigasi dan kegiatan pariwisata diantaranya adalah Waduk Darma , Darmaloka, Balong Cibulan, Balong Cigugur, Balong Dalam dan Telaga Remis.

Sampai saat ini terdapat kurang lebih 20 titik sumber mata air yang dimanpaatkan oleh industri dan PDAM seperti PT Indocement, Pertamina, PDAM Kota Cirebon, PDAM Kabupaten Cirebon, PDAM Kabupaten Kuningan dan bebrapa perusahaan Air Minum Dalam Kemasan.

Masalah yang dihadapi dalam manajemen pengelolaan sumber daya air adalah :

1. Tidak transparannya pemerintah kabupaten Kuningan dalam memanajemen pengelolaan sumber daya air khususnya dalam system dan mekanisme konvensasi jasa air, masyarakat tak pernah diberi akses secara terbuka bagaimana substansi MoU yang dibangun, berapa besar income yang didapat APBD dari sektor konvensasi jasa air dan digunakan untuk apa dan dimana saja dana yang didapat tersebut, sehingga masyarakat tidak tahu secara jelas dan tidak dapat merasakan secara langsung manfaat dari eksploitasi sumber daya air di daerahnya.

2. Dana kompensasi pemanfaatan air, masalah utama yang berkaitan dengan dana kompensasi air ini adalah tidak jelasnya standar, indicator, criteria, system dan mekanisme pemungutan dan distribusi pengalokasian dana kompensasi pemanfaatan dari daerah/pihak pengguna air yang berasal dari kawasan Gunung Ciremai. Hal ini menimbulkan konflik vertikal (masyarakat dan pemda) serta konflik horisontal (antar desa dan antar pemda).

3. Lemahnya komitmen pemerintah (atau dengan sengaja melemahkan diri) terhadap eksploitasi sumber daya air. Inisiatif Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan mendekalrasikan diri sebagai kabupaten konservasi yang belum ada tindak lanjut dalam pengimplementasianya sesuai dengan prinsip dan standarserta criteria kabupaten konservasi, pembuatan perda no 13 tahun 2007 tentang konservasi air belum ditindak lanjuti dengan peraturan bupatinya padahal ada 14 point yang harus dibuat perbupnya.

4. Tidak dilibatkanya para pihak diluar pemerintah dalam rangka membangun komitment kompensasi jasa air dan masayarakat teramat sangat sulit untuk mengetahui secara detail isi dari MoU kompensasi air padahal masyarakat dijamin UU untuk tahu semua hal tentang pengelolaan sumber daya air.

5. Tidak jelasnya program atau kegiatan Konservasi Sumber Daya Air yang dilakukan para pihak, padahal sebagian besar daerah tangkapan air (catchmen area) dikawasan TNGC dalam keadaan rusak (miskin tegakan pohon, dijadikan lahan budidaya pertanian) dan daerah sekitar mata air yang dimanfaatkan pihak lain masyarakatnya juga kadang kekurangan air baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk pertanian.

6. Kepentingan Bisnis yang diutamakan, hal ini dapat dilihat dengan dilibatkannya PDAM sebagai Badan Usaha yang diberi kewenangan untuk melakukan negoisasi nilai kompensasi dan besarnya debit air yang bisa diambil pihak lain, padahal PDAM hanyalah sebagai operator atau memang sumber mata air yang ada di Paniis, Talageremis adalah milik (Investasi) PDAM. Dan sampai saat inipun nyaris tidak terdengar PDAM Kuningan melakukan kegiatan Konservasi Kawasan dari Mata Air yang diambil airnya.

Untuk melakukan tata kelola air yang kelak tidak berujung pada krisis dan konplik atau bencana, diperlukan keterlibatan banyak pihak dan harus diterjemahkan ke dalam sistem politik, hukum, regulasi, institusi, mekanisme keuangan dan pengembangan komunitas. Dengan cara demikian, maka keberlanjutan ketersediaan air dapat dijamin.

Ketersediaan air akan berujung pada krisis jika ; tak ada jaminan pasokan air yang selama ini disediakan dari kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai ; regulasi untuk konservasi air tak didukung regulasi tata ruang yang ada hubungannya dengan penyediaan air lestari; tak jelasnya alokasi dana konservasi air;

Dalam rangka mengatasi berbagai konplik dan polemik kepentingan pemanfaatan sumber air di wilayah III Cirebon khususnya antara Pemerintah Kabupeten Kuningan dengan Pihak pemanfaat seperti kabupaten & Kota Cirebon, Indocement, pertamina, Pelabuhan, pertanian, perkebunan dan lain-lain dipandang sangat perlu adanya pendekatan inovatif di tengah sejumlah kompleksnya permasalahan dan konplik pengelolaan Sumber Daya Air diwilyah III Cirebon khususnya yang bersumber dari kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Pendekatan inovatif yang memungkinkan untuk dikembangkan bersama khususnya oleh Kabupaten Kuningan sebagai Kabupaten Konservasi adalah Skema Pembayaran Jasa Lingkungan untuk membantu mewujudkan pelestarian alam yang berkelanjutan dan bersikap adil terhadap masyarakat lokal.

Skema Pembayaran Jasa Lingkungan ini merupakan skema legal baik yang berbentuk perbup atau Perda sebagai payung hukum yang akan mengikat dan mengatur mekanisme kompensasi jasa lingkungan itu sendiri sehingga program pelestarian alam di kawasan hutan Gunung Ciremai akan memberikan manfaat langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat local.

Adanya Skema Pembayaran Jasa Lingkungan di Kabupaten Kuningan menjadi salah satu bukti dan indikator bahwa Kabupaten Kuningan sangat serius dalam mendeklarasikan diri sebagai Kabupaten Konservasi, sehingga Kuningan sebagai salah satu model Kabupaten Konservasi tidak sebatas jargon dan life service semata.

Aspek penting dari Skema Pembayaran Jasa Lingkungan tersebut yakni :

1. Dana jasa lingkungan berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan industri yang memanfaatkan jasa lingkungan, seperti Pertamina, Indocement, Pelabuhan Cirebon, industri air mineral dan pariwisata alam.

2. Dibangunnya lembaga kolaborasi multi-pihak yang terdiri dari pemerintah, masyarakat, BUMD, Dunia Usaha/swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan perwakilan masyarakat yang berperan sebagai Kontrol, Mediasi, Monitoring dan Evaluasinya.

3. Pendanaan konservasi sumber daya air berbasis multi-pihak mengatur bahwa 75 persen dana jasa lingkungan yang terkumpul akan dikembalikan ke alam untuk mendukung kegiatan konservasi, rehabilitasi dan penguatan kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hutan dan sekitar sumber mata air, sedangkan 25 persen dialokasikan bagi pembangunan apapun yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah.

4. Mekanisme insentif bagi masyarakat di hulu Gunung Ciremai yang dikembangkan harus menciptakan suatu bentuk tanggung jawab bersama dalam pengelolaan sumber daya alam secara imbang dan adil.

Kita semua berharap dan harus berbuat agar bayang-bayang banjir, kekeringan, kelaparan, saling bunuh karena berebut air akibat pengelolaan sumber daya air secara keliru tidak menjadi hantu dalam tidur anak cucu kita. Gemiriciknya air jernih yang mengalir jangan sampai hanya menjadi cerita anak cucu kita tanpa mereka pernah merasakan dan melihatnya.



[1] Sebuah repleksi dalam Peringatan Hari Air Sedunia, tanggal22 Maret 2008

[2] Aktivis Lingkungan tinggal di Kuningan & Pengurus LSM AKAR

Selasa, 19 Februari 2008

KOLABORASI PENGELOLAAN TNGC

Penandatanganan MoU Kolaborasi Pengelolaan TNGC yang dilaksanakan pada hari Selasa Tanggal 19 Februari 2008 di Kantor Balai TNGC antara Bupati Kuningan H/ Aang Hamid SUganda dengan Kepala Balai TNGC Muhtadin Nafari merupakan salah satu tongggal penting yang merupakan awal untuk bekerja bersama-sama mengelola kawasan konservasi TNGC.
Hal yang sangat penting dari moment di atas adalah bagaimana para pihak terutama aparat bawahanya dari Bupati Kuningan dan Kepala Balai TNGC memahami dan mengimplementasikan MoU yang telah dibuat. Jangan sampai MoU hanya life service semata.
Kita bisa melihat dari MoU yang telah dibuat terlebih dahulu yang sama antara Bupati Kuningan dan Kepala BKSDA Jabar II (Care Taker BTNGC) mengenai pengelolaan Wisata Alam di Kawasan TNGC. Alhamdulillah sampai saat ini belum ada langkah konkrit dari implementasi MoU di atas, Yang ada hanya kebingungan dari pihak pelaksana, seperti Disparbud Kuningan yang belum tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana memulainya. Ditambah lagi yang menyusun MoU itu adalah bukan dari Disparbud sendiri tapi dari Dinas lain, sehingga wajar juga terjadi kebingungan dari orang-orang Dis[arbud karena mereka tidak tahu apa substansi dari materi MoU dimaksud.
Oleh Karena itu, untuk menghindari dari kesalahan yang sama seharusnya Bupati Kuningan mulai mengumpulkan para pihak terkait baik dari institusi pemerintah, LSM, Perguruan Tinggi dan masyarakat untuk duduk bersama menyusun langkah dan tahapan proses serta bidang apa saja yang harus diimplementasikan dari MoU yang telah ditandatangani. Kenapa Bupati harus turun langsung memulai hal ini, karena berdasarkan pengalaman selama ini masih banyak aparat bawahanya yang masih belum banyak memahami arah dan keinginan / main frame dari penmgelolaan kolaboratif yang ada di benak pak Bupati sendiri.
Jangan sampai seperti gagasan Kabupaten Konservasi yang sudah berjalan 2 tahun ini tidak jelas arah dan perkembanganya dikarenakan masih kuatnya raasa ewuh pakewuh diantara bawahan Bupati dan belum secara jelas terpahaminya tentang apa dan bagaimana Kabuapten Konservasi itu olah para pihak terutama aparat Pemerintah itu sendiri.
Untuk pengelolaan TNGC Kolaboratif ada beberapa masalah penting yang harus segera disikapi dan ditanggulangi/dicari solusinya secara berssama.
  1. Kepastian dari Rencana Pengelolaan TNGC untuk Jangka Panjang yang belum jelas kondisinya, apalagi Rencana Pengelolaan untuk jangka menengah dan pendek. Kalau kita sepakat berkolaborasi harusnya RP untuk jangka menengah dan pendek dibahas/disusun dan diketahui bersama olahg para pihak, jangan samapai yang tahu rencana aktivitasnya hanya BTNGC saja.
  2. Rekonstruksi Tata Batas Kawasan TNGC khussnya untuk wilayah Kabupaten Kuningan harus segera dilakukan, kenapa dan ada apa sampai saat ini wilayah Kuningan belum dilakukan, padah untuk wilayah majalengka sudah dilaksanakan pada tahun 2006. Atau memang karena diwilayah Kuningan sudah banyak kawasan TNGC yang bersertifikat.
  3. Penyusunan Zonasi belum dilakukan padahal zonasi juga merupakan salah satu kepastian buat masyarakat terutama untuk akses masyarakat dalam kawasan, apakah kita akan menunggu sampai kerusakan kawasan TNGC menjadi parah. Kondisi dilapangan menunjukan terjadi ketidakpastian dimasyarakat mana lahan yang boleh dan tidak dimanfaatkan, sehingga tidak sedikit masyarakat yang secara sengaja memperluas lahan garapan dan melakukan upaya penebangan pohon secara perlahan.
  4. Pemanfaatan wisata alam , harus jelas konsep dan pembagian peranya sehingga , kedepan tidak terjadi lagi seperti yang dikelola Perum Perhutani dikawasan Bumi Perkemahan Palutungan yang kondisinya saat ini sangat parah dikarenakan Perum Perhutani hanya fokus pada penggalian pendapatan sebesar-besarnya tanpa ada upaya penghentian kerusakan, rehabilitasi apalagi perbaikan.
  5. Harus disepakati bersama untuk menyetop pengrusakan kawasan oleh cara apapun, agar tanaman Kol, Wortel tidak lagi berada diketinggian 1800 mdpl.
  6. Perlu digali dan dikaji berbagai alternatif sumber mata pencaharian masyarakat yang berkelanjutan dari pemanfaatan potensi kawasan TNGC.
Dan masih banyak hal lagi yang harus diperbuat, seperti pencegahan kebakaran hutan, pola pemnfaatan air dll.
Kunci dari itu semua adalah kemauan kita bersama untuk segera bertindak dan mau duduk bersama untuk salaing berbagi dan berperan.
WUJUDKAN CIREMAI HIJAU LESTARI DAN BERMANFAAT UNTUK KEHIDUPAN

Senin, 18 Februari 2008

PERJALANAN WAKTU

Terlalu sering kita menyaksikan dan mendengarkan hal-hal yang biasa namun sama sekali tidak biasa. Dalam sejarah penjelmaan hasratku, aku tidak mampu membayangkan bagaimana jejak demi jejak kutinggalkan, belantara hutan menjadi teman, puncak gunung menjadi sahabat perenungan.


Sampai detik ini Cuma kesanggupanku saja yang bisa mendepinisikan kejujuran itu, buatku tak lebih. Aku tak cukup mampu menyusun kata dari peristiwa sampai menjadi definisi. Sungguh itu mengalir kedalam hati karena cuma aku yang mengalami. Sebagaimana air jatuh tanpa maksud memperhalus apalagi meratakan batu, jadi mohon dimaklumi kecukupsulitanku menghadapi pertanyan-pertanyaan tentang hasilku melanglang tinggi tempat biasaku berpijak, terus terang aku cuma bisa mempuisikannya pada relungku.

Semua itu tak hanya menjadi naluri cultural dalam kesadaran pikiran batinku, jauh.. dan lebih jauh lagi dari itu. Sebagaimana keringat, tinja, air mata, aku juga memandang bahwa apa yang aku lakukan terjadi lewat pergulatan-pergulatan panjang yang alami, Begitu saja. Dalam arti ia menimbulkan emosi, batin, pikiran yang pada akhirnya menimbulkan manfaat tersendiri yang pasti tidak akan mungkin bisa dimengerti, Sebab bukti dari dari apa yang aku lakukan ini adalah jawabannya, meyakini bahwa alam ini terlalu cantik sehingga dengan sedikit nafsu mudaku aku berusaha menggauli dan merebahkannya dalam selimut waktu, sampai pada akhirnya definisi yang aku cari dan minta ditemukan.

Jujur… aku sampai saat ini Cuma bisa mendefinisikan bahwa aku mendapatlkan hiburan visual dalam makna yang paling dalam. Jadi itulah tak ada harap lebih selain berusaha mencoba mendekati identitas, bersekutu dengan kejujuran hati agar aku tak lagi munafik berjalan tegak dan tunduk. Untuk itu aku berusaha bersahabat dengan sesuatu yang menciptakan embun dari udara malam, menciptakan batu halus yang disisir terpaan air, mendekat pada yang mutlak

Dengan mencoba menghayati waktu ditempat yang sementara ini aku kencani. Akhirnya mudah-mudahan aku menemukan aku yang sanggup berkata “ Jika Tuhan ada, ia ada disana dijantung batu ditempat berdiamnya waktu “.